Ketika adzan maghrib berkumandang di masjid, sementara aku masih belum juga di rumah, maka ibuku kan sibuk menghubungiku. Panik, memencet-mencet ponsel ayahku. Beliau takkan berhenti hingga aku menjawab panggilannya itu.
Dulu aku berpikir itu sangat berlebihan. Di usiaku ketika itu, rata-rata teman-temanku memiliki batas jam malam hingga pukul sembilan. Namun ibuku, menginginkanku untuk sampai dirumah bahkkan sebelum adzan maghrib terdengar. “oh tolonglah bu, aku sudah dewasa, sebentar lagi aku akan menjadi mahasiswi.”
Setiap kali aku sedang bersama temanku dan tiba-tiba tersadar waktu telah senja, maka aku akan panik, Khawatir ponselku akan berdering-dering memekakkan telinga, bergetar-getar hingga jantungku berdegup tak karuan.
Hal tersebut terjadi berulang kali. hingga suatu ketika ibu menegurku. “Kau tau nak, ketika adzan maghrib berkumandang dan tak ibu temukan dirimu di kamarmu atau di ruangan manapun di rumah ini, saat itu jantung ibu mulai berdebar-debar dengan kencang, tak tenang. Khawatir sekali ada apa-apa. Padahal, mungkin memang tak terjadi apa-apa, malah kau sedang tertawa bersama teman-temanmu. Tapi di sini, ibumu mencemaskanmu. ibumu mencemaskanmu dengan bersusah hati, sedang engkau di sana bergembira ria dan bersenda gurau.”
Kata-katanya itu menyentuh ke hatiku bahkan hingga kini. Sehingga aku tak pernah mengeluhkan kekhawatirannya itu.
Kini..di dua-puluh-satu tahun usiaku, ibuku masih sama. Adorable as always. Ketika adzan maghrib berkumandang dan aku tak di rumah. Itu artinya, sebentar lagi ponselku akan berdering. Aku harus pulang.
0 Response to "Adorable As Always"
Post a Comment